Kamis, 3 September 2009 | 03:02 WIB
Hingga pukul 23.30 semalam, jumlah korban tewas mencapai 39 orang di lima wilayah kota dan kabupaten di Jawa Barat.
Yang amat disayangkan, sirene peringatan gempa dan tsunami yang dipasang di pinggir pantai Pangandaran maupun pesisir selatan Tasikmalaya, Sukabumi, bahkan di Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah, ternyata tidak berbunyi. Penduduk melaporkan, peralatan itu sebagian dicuri orang. Penyebab kedua, guncangan gempa telah memutus aliran listrik sehingga alat tak berfungsi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pusat di Jakarta, Rabu petang, melaporkan, gempa susulan terjadi pukul 16:28:45 WIB dengan kekuatan 5,4 skala Richter (SR) dan berpusat di 137 kilometer barat daya Tasikmalaya di kedalaman 15 kilometer.
Sementara itu, BMKG Stasiun Bandung mencatat setidaknya terjadi 22 kali gempa susulan pascagempa utama pukul 14.55. Hingga menjelang pukul 18.00 tercatat gempa-gempa susulan di sekitar wilayah pusat gempa di perairan lepas di barat daya Tasikmalaya dengan kekuatan bervariasi 3-5 SR.
Humas Badan Penanggulangan Bencana Nasional di Jakarta, Priyadi Kardono, mengatakan, sampai Rabu pukul 23.00 tercatat korban gempa sebanyak 39 orang meninggal dunia, 5 luka berat, dan 32 luka ringan.
Sedangkan 57 orang belum diketahui nasibnya setelah tertimbun longsoran tebing yang mengubur 13 rumah milik warga Kampung Rawa Hideung, Desa Pamoyanan, dan Kampung Babakan Caringin Hanafi, Desa Cikangkareng, Kecamatan Cibinong.
”Sebelas orang sudah ditemukan meninggal dan 2 orang lain kondisinya kritis. Korban kritis masih kami tempatkan di Balai Desa Pamoyanan,” kata Kepala Desa Pamoyanan Sulaiman.
Tebing yang longsor panjangnya 200 meter dengan ketinggian belasan meter. Longsoran menutup permukiman warga dan jalan antardesa. ”Kalau tanpa bantuan alat berat, evakuasi sangat sulit dilakukan dengan cepat,” kata Sulaiman.
Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mencatat, sekitar 1.200 rumah di Kabupaten Tasikmalaya rusak berat dan 976 di antaranya roboh.
Bupati Tasikmalaya Tatang Farhaul Hakim mengatakan, Pemkab Tasikmalaya telah memberikan bantuan darurat berupa makanan kepada korban gempa di empat kecamatan terparah di Kabupaten Tasikmalaya dari total 39 kecamatan, yakni Kecamatan Bojonggambir, Taraju, Sodonghilir, dan Cigalontang.
Selain korban meninggal, kerusakan bangunan yang menonjol di Kabupaten Tasikmalaya adalah Masjid Manonjaya. Masjid yang sudah berdiri sejak 1873 dan menjadi bagian dari sejarah perjalanan Kerajaan Sukapura itu rusak di bagian depan.
Adapun di Kota Tasikmalaya kerusakan fisik akibat gempa merata di semua kecamatan.
Di Rumah Sakit Jasa Kartini, Kota Tasikmalaya, puluhan pasien terpaksa dievakuasi ke tempat darurat halaman Markas Kodim 0612 Tasikmalaya, tak jauh dari rumah sakit.
Taufik Abdulah, salah satu perawat RS Jasa Kartini, mengatakan, belum ada kepastian sampai kapan pasien ditempatkan di halaman Markas Kodim 0612 sebab beberapa bagian bangunan rumah sakit pun rusak.
Seorang warga Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, juga meninggal dunia tertimpa rumah yang roboh. Gempa juga mengakibatkan sedikitnya 200 rumah di Kota dan Kabupaten Sukabumi rusak dan memaksa penghuninya mengungsi.
Di Cirebon, Jabar, dua anak terluka parah akibat terinjak-injak di pusat perbelanjaan di Kota Cirebon. Gempa juga mengakibatkan bangunan rusak. Kedua bocah itu kini dirawat di RS Pelabuhan Kota Cirebon.
Ratusan rumah dan puluhan tempat ibadah di Kabupaten Cilacap rusak berat akibat guncangan gempa bumi. Getaran gempa selama tiga menit tersebut juga menghancurkan dua pasar di Kecamatan Kedungreja dan Kawunganten, serta merusakkan belasan kantor pemerintahan desa.
Gempa terasa pula di wilayah pantai utara Jateng hingga Kota Semarang. Namun, gempa di Semarang tak terlalu terasa dibandingkan dengan di Kota Tegal, Kabupaten Brebes, dan Kota Pekalongan. Getaran gempa di Kota Tegal sangat terasa, di dalam dan di luar ruangan. Begitu ada gempa, masyarakat segera keluar dari rumah dan gedung. Di Brebes, masyarakat berhamburan ke luar rumah sambil membunyikan kentungan tanda bahaya.
Menurut data BMKG Wilayah III Denpasar, intensitas gempa di Bali termasuk dalam skala II modified mercally intensity (MMI).
”Getaran gempa itu dirasakan seperti halnya ketika ada truk yang melintas di depan kita. Sejauh ini memang tidak ada laporan adanya kerusakan,” kata Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar Endro Tjahjono.
Di Bandar Lampung, sejumlah warga hanya merasa lantai bergoyang-goyang, tetapi tidak ada bangunan yang rusak akibat.
Gempa besar ini juga dirasakan warga Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulonprogo, DI Yogyakarta. Trauma dan pengalaman musibah gempa tahun 2006 mengakibatkan warga lebih sigap merespons guncangan gempa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar